Tubuh saling bersandar
Ke arah mata angin
berbeda
Kau menunggu
datangnya malam
Saat kumenanti
fajar.
**
“Ada
yang harus kita omongin deh.”
Suaranya
bergema dimalam yang ga terlalu ramai. Kali ini, baik aku ataupun dia tidak
seperti biasanya. Kami hanya diam, sampai saat suaranya memecah keheningan.
“Kita
udah ga cocok ya.”
Dia
menghela nafas sebentar. Menjeda perkataan berikutnya. Sementara aku hanya
mendengarkannya dengan pandangan tertunduk. Menggoyang-goyangkan kakiku dengan
menyentuh rumput-rumput yang tumbuh dibawah bangku.
“Jalan
kita udah beda, ya.” Aku akhirnya buka suara mendahuluinya. Mendongakkan kepala
menatapnya. Tersenyum sebentar sebelum kembali menundukkan kepala.
“Iya.”
Dia menyahuti. Lalu melingkarkan tangannya ke bahuku. Mengusap-usapnya pelan. “Terlalu
banyak perdebatan antara kita. Dan aku ngerasa, yaudah. Kita gak bisa sama-sama
lagi. Susah juga untuk bertahan. Kamu sama aku juga udah capek kan.”
Aku
mengangguk. Menyadari semua yang kami lakukan pada akhirnya sia-sia. Perdebatan
hebat kemarin menjadi puncaknya. Aku menyadarinya. Jalan kami memang sudah berbeda.
Aku ataupun dia tidak bisa lagi mengalah untuk ikut ke salah satu jalan. Kami sudah
sampai di persimpangan.
“Nggak
ada yang akan berubah setelah kita selesai.” Dia menegaskan. Lalu mengusap
puncak kepalaku pelan. “Yang berubah cuma status kita yang jadi mantan. Hehehe.”
Aku
tertawa sedikit walaupun sebenarnya air mataku
berebutan untuk keluar. Tanganku bergerak cepat menyeka mataku sebelum air mata
itu turun. Tidak mau dia melihatnya sekalipun.
“Yah,
Jangan nangis.” Dia kembali mengusap kepalaku pelan. “Aku tetap jadi teman baik
kamu. Percaya. Yang berubah, cuma kita ga saling memiliki lagi. Itu doang.”
Aku
mengangguk lalu menatapnya. Dia tersenyum sebelum kembali mengusap kepalaku
lalu bergerak memelukku. Menepuk-nepuk bahuku. Memberi semangat.
“Makasih
udah ngasih aku kesempatan buat mengenal kamu lebih jauh. ”
***
Inspired
by : tulus – Pamit.
Dah lama gak pernah update
BalasHapus