Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 24 Juni 2014

Sendiri = Ngenes?


Sendiri dan kesendirian..

"Eh lo lagi sendirian aja ya sekarang? dih kasian banget sih lo! HAHAHA"

pernah denger?

Gue sering.

Entah kenapa, kurang sreg aja kalo kesendirian identik dengan kata 'kasian' dan 'ngenes'. Hey! Wake up lah. udah bukan jamnnya kalo kesendirian seseorang itu dijadiin bahan buat nyerang orang itu.

Mungkin, sebagian orang berfikir kalo kesendirian itu berarti menyedihkan. Sendirian berarti kesepian. Sendirian berarti mengenaskan.

Oke. Gue pun ga menyalahkan tentang anggapan-anggapan itu.

Tapi, coba kita liat dari perspektif yang berbeda. Dari sudut pandang lain yang ga pernah mau lo liat.

Menurut gue pribadi, sendiri itu memang sepi. Iya, sepi. Gue mengakui itu. Tapi bukan karena sepi itu kita jadi haus perhatian dan jadi menyedihkan. Justru, dengan sepi yang diciptakan itu kita membuat sebuah perubahan.

Mungkin kalau difikir, kesendirian itu banyak untungnya. sendiri membuat kita intropeksi.

Pernah liat orang pacaran?

Menurut gue lagi, sebagian orang pacaran akan selalu memikirkan pasangannya mau nggak mau. dan jarang untuk memikirkan dirinya sendiri. Kadang, tanpa kita sadari, kita memang butuh waktu sendiri.Waktu dimana hanya kita yang tahu gimana perasaan kita sebenarnya. Waktu dimana kita melepas topeng kita masing-masing. Waktu dimana senyuman yang biasa lo tunjukin kepada orang-orang berubah menjadi tangisan.

Waktu dimana hati yang berbicara dan logika hanya diam.

Waktu dimana kita egois terhadap diri sendiri.

Waktu dimana perasaan kita dihargai.

Dan waktu dimana hanya kita dan Tuhan yang tahu semua apa yang kita rasain.

Kesendirian juga berarti Tuhan lagi mencoba ngasih kita waktu untuk semua hal yang kita sukai. Lagi-lagi gue akan membandingkan dengan orang yang berdua. Hehe.

Sekali lagi, pernah liat ga orang yang pacaran, terus si cewek marah-marah gara-gara si cowok nonton bola dan ga ngabarin dia? atau si cowok kebablasan futsal sama temennya sampe malem?

Yap! dia membatasi kebebasan.

Kesendirian berarti kita bebas. Bebas ngelakuin hal yang kita mau. Bebas nyari pengalaman baru. Bebas nyari cerita baru. Bebas memperbaiki diri jadi pribadi baru.

Sadar atau nggak, kita terlalu ribet dan dipusingkan dengan kesibukan, yang membuat kita stuck jadi pribadi yang gitu gitu aja.

Statis dan ga ada perubahan.

Ada masanya, kita akan rindu untuk berdua lagi. Berdua memang lebih baik. Tapi lebih baik lagi sih, Sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik dulu baru berdua. iya kan?





Our Life [Prolog]

“Gimana kalo kita taruhan?” Dean nyeletuk girang, lalu menatap ke-empat temannya bergantian.

“Taruhan apasih?”

“Gini. Bentar lagi kan wisuda. Diantara kita, siapa yang bisa bawa pasangan ke wisuda, dia bakal ditraktir sama yang lain selama satu bulan!”

            Ga ada yang menjawab usulan Dean. Secara serempak mereka melongo lalu berpandangan satu sama lain sebagai jawabannya. Ga yakin kalo ide yang diusulin Dean termasuk golongan ide orang cerdas.

“Lo lagi waras ga sih, Bang?” Davi, yang tergolong junior diantara mereka memandang seniornya itu aneh. Walaupun Davi termasuk junior, tapi tetep aja, mereka wisudaan bareng.

“Waras lah! Lo kira gue lagi ngiggo?” Dean menjawab sinis sambil menoyor kepala Davi, “Lagian nih ya, masa kita wisuda ga ada yang dampingin? Gilak! Mau ngomong apa gue sama emak gue ntar? Kalo anaknya ini masih jomblo juga.”

“Yaelah, eh... tapi bener juga sih.” Riza nyeletuk dari pojok kamar. Dia yang tadinya fokus nonton RunningMan di notebook-nya akhirnya mem-pause dan memutuskan ikut bergabung dalam topik.

“Nah! Bener kan gue?” Dean nyengir lebar, “Mulai sekarang kita harus berburu wanita! Supaya wisuda ada yang dampingin.”

“Boleh juga sih, lagian, nanti kalo orang-orang dikasih bunga, masa kita kayak anak bayi yang gak diturutin? Ngiler aja liat orang.” Richard yang paling kalem menambahi.

“Kalo gue sih, mau nyewa orang buat ngasih gue bunga.” Davi ngomong dengan santai, membuat tiga seniornya melongo.

“Anjirr! Lo kalo jadi orang jangan ngenes-ngenes gitu dong, Dav. Sedih gue liatnya.” Riza menepuk-nepuk bahu Davi sambil tertawa lebar.


***

D A V I

            Gue masih memandang senior gue lama dengan pandangan ga ngerti. Emang sih, ga ada yang salah sama idenya. Gue juga setuju aja kalo kita bertaruh untuk bawa pasangan masing-masing untuk acara wisuda nanti. Masalahnya, untuk sekarang gue lagi gak ada minat buat nyari cewek. Malah niatnya gue mau nyewa orang buat ngasih gue bunga ntar. HAHAHA. Gue menyedihkan abis ternyata..


D E A N

            Apa yang salah dengan ide gue? Kenapa semua orang keliatan begitu syok? Apa ide gue terlalu cemerlang?

            Gue menatap tampang cengo temen-temen gue yang masih mandangin gue seolah gue adalah alien yang baru mendarat di bumi dengan muka duluan dibanding kaki. Alis gue berkerut. Ini orang pada waras kan? Masa gue ngusulin ide paling cerdas abad ini, reaksi mereka pada cengo gini? Apalagi si Davi, gue gak ngerti sama Cina satu itu, bisa-bisanya dia berpikiran buat nyewa orang. Mengenaskan...

            Ini juga kan sebagai ajang pembuktian siapa yang paling laku diantara kita berlima. Gue sih yakin, dalam waktu dekat bakal dapet seseorang yang bakal gue gandeng di acara wisuda. Dean ga pernah kalah!


R I Z A

            Gue lagi asik mandangin muka Song Ji Hyo saat si Dean mengutarakan ide gilanya. Sebenernya sih idenya bagus. Bawa pasangan pas wisuda. Gue setuju aja. Masa iya, di acara terpenting di momen terakhir menjadi mahasiswa gue belom punya gandengan? Malu kale ama truck. Truck aja gandengan, masa kita ngga? Lah kok jadi iklan..

            Tapi gila yang gue maksud disini, traktir anak-anak. Ah gila, ini mah awal bulan udah bencana. Bisa ngais-ngais tanah nih gue di awal bulan kalo kalah. Hah!


A L E X

            Gue keluar kamar mandi dengan terheran-heran mandang muka temen-temen gue yang kayak kambing lagi nonton bola. Absurd! Pada bengong, mulut kebuka, pandangan kosong, lalu mereka kejang-kejang kayak ayan...

Eh, yang terakhir gue lebay sih..

Pas gue tanya, ini semua gara-gara idenya Dean yang kelewat cerdas. Iya kelewatan. Gue sih percaya diri aja, dan akhirnya ikut bertaruh. Mengingat gue adalah calon mantu paling ideal untuk mamah-mamah di luar sana. Tampang boleh Giant, hati Doraemon. Tsaaah..


R I C H A R D

            Satu hal yang paling gue sesalin. Kenapa gue mau ikut taruhannya Dean.


            Nyari pasangan buat wisuda? Ah itumah kecil.. maksud gue, kecil harapan gue untuk dapet dan menang. HUHUHU. *siapin duit segepok*

***

Jumat, 20 Juni 2014

Our Life [Sinopsis]







“Gimana kalo kita taruhan?” Dean nyeletuk girang, lalu menatap ke-empat temannya bergantian.

“Taruhan apasih?”


“Gini. Bentar lagi kan wisuda. Diantara kita, siapa yang bisa bawa pasangan ke wisuda, dia bakal ditraktir sama yang lain selama satu bulan!”

            Ga ada yang menjawab usulan Dean. Secara serempak mereka melongo lalu berpandangan satu sama lain sebagi jawabannya. Ga yakin kalo ide yang diusulin Dean termasuk golongan ide orang cerdas.


***

            Dean, Davi, Riza, Alex, dan Richard dipertemukan secara tak sengaja berkat hobi mereka. Alam. Naik gunung, ke berbagai pantai, menyusuri goa menjadi agenda rutin mereka.

            Lima orang mahasiswa tingkat akhir dari angkatan dan karakter yang berbeda-beda. Dean—si tengil, Davi—si China yang paling sering kena bully, Riza—si penengah, Alex—si Giant , dan Richard—si kalem.

            Di akhir perjuangan mereka sebagai mahasiswa, mereka bertaruh untuk membawa pasangan masing-masing saat pelaksanaan wisuda. Mengingat momen ini sebagai pembuktian dan peningkatan martabat dan harga diri masing-masing, mereka berjuang untuk mendapatkan pasangan! Selain itu, bertaruh untuk mentraktir selama satu bulan juga merupakan bencana. Gimana nggak? Mereka semua mirip soal makanan. Sama-sama porli. Alias, Porsi kuli!. Kebayang kan kalo awal bulan nanti, itu dompet udah bisa dijadiin kopiah buat shalat Jum’at?



            Terus siapa yang bakal dapet pasangan pas wisuda?  Siapa yang bakal kalah dan harga dirinya turun?